JAKARTA: Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia, yang hidup di bawah patokan baru garis kemiskinan US$1,35 per hari, pada 2020 mencapai 51,5 juta.
“Itu skenario pro-rich, di mana konsumsi belanja 40% masyarakat berpenghasilan teratas melaju lebih cepat daripada 20% masyarakat menengah dan 40% masyarakat berpenghasilan terendah kurang dari rata-rata,” ujar Kepala Ekonom ADB, Ifzal Ali, dalam laporan terbaru lembaga yang berkantor pusat di Filipina itu, Rabu pekan ini.
Laporan ADB bertajuk Key Indicators 2008 mengenalkan perhitungan baru ukuran garis kemiskinan (Asian Poverty Line) menjadi US$1,35 per hari, dari ukuran yang selama ini lazim digunakan dan diperkenalkan oleh Bank Dunia sejak 1993, yaitu US$1.
Selain skenario pro-rich, ADB juga menyampaikan skenario distribusi netral, di mana jumlah penduduk Indonesia, yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 2020 mencapai 29,2 juta orang, dari 54,4 juta pada 2005.
“Asumsinya didasarkan pada kesenjangan distribusi pendapatan yang tidak terlalu parah. Belanja 20% masyarakat kelas menengah sama dengan rata-rata pertumbuhan, belanja 40% masyarakat terendah sedikit membaik di atas rata-rata, dan 40% teratas sedikit melemah,” katanya.
Populasi di Indonesia pada 2020, yang hidup di bawah garis kemiskinan US$1,35 per hari | ||||
2005 | 2020 | |||
Distribusi pro-poor | Distribusi netral | Distribusi pro-rich | ||
Indeks (%) | 24,1 | 9,0 | 11,2 | 19,7 |
Jumlah (juta) | 54,4 | 23,6 | 29,2 | 51,5 |
Sumber : ADB, Key Indicators 2008.
Sedangkan dalam skenario pro-poor, ADB memperkirakan jumlah penduduk miskin hanya 23,6 juta pada 2020, di mana diasumsikan tidak ada perbaikan distribusi di semua tingkat kelas.
Di bagian lain, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memproyeksikan angka pengangguran 2009 naik menjadi 9%, sementara target kemiskinan pemerintah di kisaran 12-14% diragukan tercapai.
Latif Adam, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI menjelaskan naiknya pengangguran tersebut disebabkan oleh turunnya penyerapan tenaga kerja dari sektor industri. Namun, tidak menutup kemungkinan target pengangguran pemerintah sebesar 7%-8% bisa tercapai, jika sektor informal tumbuh subur.
“Tapi itu tidak sehat bagi ekonomi kita ke depannya,” ujarnya kemarin.
Pesimistis
Terkait dengan angka kemiskinan 2009 yang ditargetkan pemerintah 12%-14%, Latif Adam pesimistis itu bisa tercapai, jika melihat postur pertumbuhan ekonomi yang tidak berubah. Pasalnya, ketimpangan pendapatan dari tahun ke tahun semakin lebar, kendati pertumbuhan ekonomi semester I/2008 tumbuh 6,4%.
Kendati ada pemilu tahun depan, tuturnya, jika tidak ada keterkaitan dengan industri lokal sulit untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Selama ini, pertumbuhan ekonomi lebih besar disumbang oleh sektor non-tradable yang mencapai 73,4% atau 4,7% dari 6,4% pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, untuk sektor tradable, a.l. pertanian, pertambangan dan industri pengolahan, terus menurun hanya menyumbang, 26,6% atau 1,7% dari 6,4% target pertumbuhan ekonomi. Yang termasuk sektor non-tradable,a.l. listrik, gas, air minum, konstruksi, perdagangan, hotel, restoran, transportasi, komunikasi, keuangan, dan jasa.
Untuk itu, lanjutnya, sektor industri, khususnya manufaktur perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, mengingat kesempatan kerja cukup tinggi sebesar 12,2% dan lebih berkualitas. Selain itu, sektor industri merupakan penghasil devisa karena mendominasi struktur ekspor nonmigas, kendati kecenderungannya menurun, dari 86,2% pada 2003 menjadi 83,1% di 2007.
Andi Rahmat, Anggota Komisi XI DPR menilai target kemiskinan pemerintah untuk tahun depan sebesar 12-14% kurang realistis, mengingat peran industri manufaktur yang semakin kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, diperkirakan sektor informal akan tumbuh tahun depan dan itu sangat membahayakan bagi perekonomian Indonesia.
“Sektor manufaktur memang tumbuh, tapi pertumbuhannya makin lama makin kecil,” ujarnya.
Andi mengakui industri manufaktur, seperti tekstil atau garmen paling sulit dibiayai karena variable cost-nya tinggi. Untuk itu, pemerintah diminta melaksanakan sejumlah upaya untuk menggiatkan sektor tersebut. Salah satunya dengan membentuk badan layanan umum penjamin (avalis) kredit bagi para pengusaha di sektor tersebut.
“Jadi kredit tetap dijalankan untuk menjamin sektor manufaktur dengan syarat elastisitasnya terhadap tenaga kerja, seperti tekstil. Semacam Kredit Usaha Rakyat (KUR). (15/16) (gajah.kusumo@bisnis.co.id)
Oleh Gajah Kusumo
Bisnis Indonesia
Apakah Anda perlu pinjaman mendesak untuk membayar tagihan Anda? . inilah kesempatan kita
menawarkan kredit kepada mereka yang siap untuk mendaftar dan menyerahkan kami
kondisi, jadi jika Anda tertarik pada pinjaman untuk perusahaan kami maka Anda
harus email kami sekarang ……
Email: am.credito@blumail.org
terima kasih